Ratings13
Average rating3.4
Catherine wakes up one morning to find her husband of 10 years is missing. She must choose to carry on her life with 3 children on her own. I really wanted to like this book.
The story is told from both Catherine and Simon's POV. Was not a fan of Simon at all. When we find out his reasons for leaving, I disliked him even more. He done some pretty awful things in this book.
Pada suatu pagi, Catherine terjaga dari tidur dan melihat dia hanya sendirian di kamarnya. Dia mengira suaminya sudah pergi lari pagi sebelum langsung berangkat ke tempat kerja. Tapi Simon tidak datang ke kantornya, sepatu olahraganya masih tersimpan rapi, dompetnya ada di bufet. Benda-benda miliknya masih ada, tapi Simon hilang entah ke mana. Catherine yakin suaminya dalam masalah. Simon tidak mungkin dengan begitu saja meninggalkannya dan anak-anak mereka. Namun memang itulah yang Simon lakukan. Segala kebohongan di masa lalu sudah membuatnya tercekik. Dia pun meninggalkan dirinya yang lama dan mencoba memulai hidup sebagai seorang manusia baru. Catherine pontang-panting mempertahankan hidup bersama ketiga anaknya, sembari terus bertanya-tanya kesalahan apa yang diperbuatnya hingga membuat Simon pergi. Namun, ketika jawabannya datang dua puluh lima tahun kemudian, Catherine berharap dia tidak pernah menanyakannya.
Butuh seluruh kekuatan tekad untuk menyelesaikan buku ini. Dari awal membaca tokoh Simon yang meninggalkan istri dan ketiga anaknya begitu saja sudah sangat sulit untukku bersimpati padanya. Walau belum kuketahui apa alasannya.
Ketika aku sampai pada bagian pengungkapan, makin aku tidak menyukai tokoh Simon. Buku pertama John Marrs yang kubaca, namun aku akan mencoba The Good Samaritan nantinya sebelum memutuskan apa aku cocok dengan penulis ini atau tidak.